Pemisahan SIYASI (Politik) dan DA'WI (Dakwah)


Langkah An Nahdha Tunisia yang memisahkan siyasi (politik) dan da'wi (dakwah) bikin geger harakah di dunia, bahkan ibu harakah, IM di Mesir juga ikut geger.

Salah seorang tokoh IM, Syaikh Essam Talima (عصام تليمة) [beliau ulama Azhar, sekretaris syaikh Qardhawi] di canel Mekameleen TV (Jumat, 27/5) berbicara membahas pemisahan Siyasi dan Da'wi' dalam harakah dakwah.

Menurut beliau IM malah sangat telat memisahkan siyasi dan da'wi.

Kata beliau: IM ga memisahkan da'wi dan siyasi terjadi tarik menarik kepentingan antara beberapa pihak di partai yang mengurusi negara dengan qiyadah di IM yang padahal mereka mengurusi dakwah.

Ketika ada kesalahan ijtihad di partai dalam mengurus negara maka yang dihantam adalah IM padahal di parlemen tidak hanya FJP (partai IM).

Terus, banyak lobi-lobi politik dalam urusan negara malah menghadap mursyid, padahal presiden waktu itu Mursi dan Ketua DPR al Katatny (keduanya IM) justru ga tau menau.

Terus, rentan beberapa qiyadah yang ga faham politik di IM jadi pintu masuk musuh bikin kacau di pemerintahan Mursi.

Jadi kalau siyasi dan da'wi digabung, sering terjadi miskomunikasi antara pimpinan partai dan pimpinan IM, apalagi dengan jumlah kader yang begitu banyak.

Ini yang bikin Mursi sering ragu dalam mengambil keputusan politik, semua harus dengan kordinasi qiyadah di jamaah, padahal keputusan harus diambil cepat.

Termasuk beberapa hal yang diusulkan Erdogan tentang menghadapi kemungkinan kudeta, Mursi menerima tapi qiyadah IM menolak, dan akhirnya benar kejadian kudeta.

Menurut beliau salah satu sebab mudahnya militer 'ngemakan' IM karena itu, siyasi dan da'wi semuanya kumpul dalam satu gubuk.

Demikian disampaikan Syaikh Essam Talima.

Berikut rekaman video cuplikan dialog Syaikh Essam Talima di Mekameleen TV. Rekaman utuh 2 jam belum di-upload ke Youtube.



[Analisa]

Oleh: Hasmi Bakhtiar
(Alumni Al-Azhar, S2 Lille)

1. Emang sih, penyatuan siyasi dan da'wi dalam jamaah kadang jadi sebab kader menempati jabatan yang sebenarnya dia ga kapabel di situ.

2. Yah namanya senior, udah lama di jamaah dan jasanya banyak, masa cuma jadi murobbi? Situasi kaya gini kadang jadi dilema bagi jamaah

3. Akhirnya dengan alesan 'sepuh' dipaksa duduk sbg pejabat, padahal emang kualitasnya ga cukup. Yang rugi siapa? Ya umat.

4. Manhaj emang syumul, tapi manusia punya keterbatasan. Yang tua belum tentu pantas jadi qiyadah, bisa jadi zaman lebih butuh yang muda.

5. Tadi gw ngomong harakah di LN yah, kalo di Indo gw ga begitu faham. Tapi kabarnya problem ngerangkap jabatan aja ga kelar2 :D

6. Kalau gw ditanya tentang pemisahan siyasi dan da'wi, tentu jamaah yg bersangkutan lebih faham sikon dan kebutuhan, tergantung masing2 negara

7. Hanya faktanya harakah yang menggabungkan siyasi dan da'wi dalam satu jamaah sering terjadi mubadzir SDK (sumber daya kader)

8. Kalo SDK-nya banyak ga ngape, ini SDK paspasan dimubadzirin pulak

9. Dalam perjalanan sebuah harakah yang melewati begitu banyak mihwar, dibutuhkan kesiapan dan kematangan kader pada setiap mihwar

10. Secara fikrah mungkin kader semuanya siap, karena mereka liqo, tapi ga semua kader mampu menjadi aktor di setiap mihwar

11. Kader yang mampu menjadi aktor di mihwar tandzimi belum tentu mampu pada mihwar daulah

12. Walaupun secara manhaj mereka bisa beradabtasi, tapi belum tentu mereka punya ilmu pada mihwar tersebut. Wajar, karena mereka manusia.

13. Jadi ketika suatu jamaah di dalamnya bergabung siyasi dan da'wi, terjadi penumpukan SDK, semuanya harus diakomodir jamaah

14. Apalagi pada mihwar daulah kondisi sudah berubah. Kader2 baru banyak yang bergabung, potensi para kader tentu makin bertambah

15. Yang faham dan kapabel pada mihwar tersebut juga semakin banyak, ga hanya orang2 tertentu pada mihwar sebelumnya

16. Padahal jamaah hanya punya satu nama, partai misalnya

17. Ibarat bus maka jamaah seperti bus kelebihan penumpang, ada yang gelantungan di pintu malah ada yang duduk dipangku sopir

18. Apalagi ini bus dengan sistem terbaru. Yang mengemudi generasi lama dan ga ngerti caranya, salah2 bus bisa masuk jurang :D

19. Dulu gw pernah nanya ke seorang kader jamaah salah satu partai dakwah di Indo. Kamu kelar kuliah mau jadi apa?

20. Dia: jadi ustadz, syukur2 kalau bisa jadi aleg Gw: emang kamu faham politik Indo? Dia: ah ustadz itu aja lulusan madinah bisa jd ketua MPR

21. Selintas dia benar juga, politik bisa dipelajari sambil jalan. Cuma kalau semua kader berfikir kaya dia? Apa ga bingung itu partai dakwah?

22. Bagaimana dengan kader yg lain yang lebih faham dan kapabel dari dia? Tentu mereka lebih berhak dimajukan, karena memang mereka sudah faham

23. Apalagi politik tidak semudah yang mereka lihat, butuh ilmu sebagai bekal, butuh faham konstitusi dan kondisi negara untuk hasil yang baik.

24. Kader yang background agama dan yang background umum semuanya numpuk dalam satu gubuk, angin kencang datang bisa jadi itu gubuk tinggal nama.

25. Jadi itu tadi salah satu problem kalau siyasi dan da'wi digabung. Banyak hal yang seharusnya kelar lebih cepat jadi lama, bahkan gagal

26. Itu bagi jamaah yang memang kaderisasi berjalan baik, kalau yang ga yah urusannya lebih runyam

27. Ustadz yang biasa pimpin pengajian dipaksa pimpin negara, kalau ga gemeteran yah minimal berantakan :D

28. Mereka dipaksa berlari mengikuti jalannya mihwar yang begitu cepat, padahal kekuatan cuma segitu.

29. Terus kalau dipisah, apa problem yang tadi bisa diatasi?

30. Ketika siyasi dipisah dari da'wi, pembagian sumber daya kader akan lebih mudah dilakukan, karena ladang dalwah begitu luas

31. Yang emang jago ngisi taklim yah konsen di sana, jangan dipaksain jadi aleg atau menteri

32. Kalau kader kurang? Peluang untuk memunculkan sumber daya selain kader akan lebih mudah juga, karena yang menjadi pejabat ga harus kader

33. Opsi2 di siyasi akan lebih terbuka, jamaah ga harus narik paksa kader yang yang emang ga mampu.

34. Kader yang berpuluh tahun di LN balik ke negaranya ujug2 dia harus menjadi pejabat. Mending kalau dia faham, kalo ga? Itu pan dzolim namanya

35. Palagi ga semua kader di LN melek info, kalau kaya gw gini yang hidup di pelosok Lille tau apa tentang Jakarta?

36. Biar ga numpuk apalagi tarik2an sumber daya kaya tadi, emang ada baiknya siyasi dan da'wi dipisah

37. Tapi sekali lagi, jamaah bersangkutan yang lebih faham. Gw sih iseng ngetwit doang sambil ngopi :D

___
Baca juga:
Muktamar ke-10, An-Nahdah Tunisia Tinggalkan Label 'Parpol Islam'
Belajar dari Partai Nahdhah Tunisia
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Pemisahan SIYASI (Politik) dan DA'WI (Dakwah)